Tidak hanya melakukan penertiban di Batu mentas UPTD KPHL Belantu Mendanau juga menindak lanjuti surat Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belitung Nomor 500.6.2.4/802/DISDIKBUD/2025 tanggal 20 Juni 2025 serta hasil koordinasi antara Balai KSDA Sumatera Selatan, UPTD KPHL
Belantu Mendanau, dan UPT Museum, ditemukan bahwa di lingkungan UPT Museum Kabupaten Belitung terdapat penguasaan dan pemeliharaan beberapa jenis satwa liar dilindungi undang-undang, yakni: 3 (tiga) ekor buaya muara (Crocodylus porosus), 4 (empat) ekor bajuku (Orlitia borneensis), 1 (satu) ekor elang bondol (Haliastur indus), 1 (satu) ekor elang laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster), dan 1 (satu) ekor bangau tongtong (Leptoptilos javanicus). Seluruh satwa tersebut termasuk jenis yang dilindungi sesuai Permen LHK No. P.106 Tahun 2018 dan dengan demikian hanya dapat dikelola oleh lembaga yang telah memiliki legalitas sebagai lembaga konservasi. Berdasarkan Permen LHK No. 17 Tahun 2024 tentang Penyelamatan Jenis Satwa, KPHL Belantu Mendanau menghimbau agar keberadaan satwa-satwa tersebut segera ditindaklanjuti melalui proses evakuasi dan pelepasliaran ke habitat alaminya apabila satwa dalam kondisi sehat dan masih liar. Namun, jika satwa telah jinak dan tidak memungkinkan untuk langsung dilepasliarkan, maka wajib dilakukan penitipan ke lembaga konservasi yang berizin guna proses rehabilitasi dan pemulihan sifat liarnya sebelum kemungkinan pelepasliaran di masa depan. Apabila pengelolaan tersebut ditujukan untuk kepentingan edukasi atau wisata, maka pengelola wajib mengurus Perizinan Berusaha Lembaga Konservasi untuk Kepentingan Umum, sesuai ketentuan Permen LHK No. 15 Tahun 2023 dan Permen LHK No. 22 Tahun 2019, yang mencakup berbagai persyaratan teknis, legalitas lahan, fasilitas kesehatan satwa, hingga ketersediaan tenaga ahli. KPHL Belantu Mendanau menegaskan bahwa pemeliharaan satwa dilindungi tanpa izin merupakan pelanggaran hukum, dengan ancaman sanksi sebagaimana UU No. 32 Tahun 2024 berupa pidana penjara hingga 5 (lima) tahun dan denda maksimal Rp500.000.000. Untuk itu, kami menyerukan agar semua pihak yang terlibat dapat segera menertibkan keberadaan satwa-satwa tersebut dan tidak lagi melakukan praktik pemeliharaan satwa dilindungi tanpa prosedur resmi, demi menjaga integritas hukum, melindungi keanekaragaman hayati, dan menghindari konsekuensi hukum yang tidak diinginkan.
Social Footer