Tanjungpandan, Rabu, 25 Juni 2025 – Tim Penasehat Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Pusat Dukungan Kebijakan Publik (LBH PDKP) menghadiri persidangan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Tanjungpandan, yang diajukan oleh terpidana perkara narkotika, atas nama Putri alias Alit yang diputus pidana 14 tahun penjara dan didenda 4,5 Milyar diganti 2 tahun penjara, digelar pada hari Rabu, 25 Juni 2025
Permohonan PK ini kami ajukan atas dasar adanya disparitas putusan atau perbedaan yang mencolok dalam pemberian hukuman, meskipun perkara para terpidana memiliki tingkat keterlibatan, jenis tindak pidana. ungkap Penasehat Hukum LBH PDKP, Boris Dianjaya, S.H.
Pengajuan Peninjauan Kembali ini merujuk pada ketentuan Pasal 263 ayat (2) KUHAP sebagai upaya hukum luar biasa yang dapat ditempuh oleh terpidana jika terdapat kondisi hukum tertentu. Dalam perkara ini, alasan yang diajukan adalah adanya ketidakadilan akibat disparitas hukuman yang dinilai tidak mencerminkan asas keadilan yang proporsional.
Kami menilai bahwa vonis yang dijatuhkan terhadap klien kami jauh lebih berat dibandingkan dengan terdakwa lain dalam perkara yang secara substansi serupa. Ini tentu menimbulkan pertanyaan mengenai konsistensi dan keadilan dalam penerapan hukum pidana,” paparnya.
Pada sidang hari ini, majelis hakim mendengarkan pokok-pokok permohonan PK yang disampaikan oleh Penasehat Hukum. Selanjutnya, majelis menjadwalkan sidang lanjutan pada hari kamis, 26 Juni 2025 dengan agenda sidang penandatanganan akta PK.
Kami berharap majelis hakim memberikan perhatian terhadap perbedaan hukuman yang tidak seimbang ini dan mempertimbangkan permohonan kami sebagai bagian dari koreksi terhadap keadilan formal,” jelas Boris.
LBH PDKP menyatakan bahwa upaya hukum ini diambil dalam koridor yang sah, sebagai bentuk pembelaan terhadap prinsip equality before the law, yaitu bahwa setiap orang berhak diperlakukan sama di hadapan hukum. Es
Disparitas hukuman yang ekstrem dapat melukai rasa keadilan masyarakat. Karena itu, PK ini bukan sekadar permohonan, melainkan panggilan moral untuk meluruskan kembali penerapan hukum yang adil dan setara,” tutup Boris Dianjaya, S.H.
Social Footer