Breaking News

Putusan Proporsional dan Berkeadilan : Boris Dianjaya, S.H. LBH PDKP Apresiasi Putusan Majelis Hakim dalam Perkara TPPO atas Terdakwa (MY)


Tanjungpandan, pada hari Rabu 23 Juli 2025 — Telah digelar sidang perkara tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan terdakwa atas nama Insial (MY) di Pengadilan Negeri Tanjungpandan, dalam Register Perkara Nomor  : 74/Pid.Sus/2025/PN Tdn. Persidangan telah memasuki agenda pembacaan putusan oleh Majelis Hakim.

Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun dan Subsidair 6 (enam) bulan, berdasarkan Dakwaan Primair Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Dakwaan Subsidair Pasal 506 KUHP atau lebih Subsidair Pasal 296 KUHP. Namun, setelah melalui proses pembuktian di persidangan dan mempertimbangkan pleidoi (nota pembelaan) yang telah kami bacakan pada sidang sebelumnya, Majelis Hakim menjatuhkan putusan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan, yang kami nilai sebagai bentuk keadilan yang berpijak pada realitas hukum dan sosial.

Kami dari Lembaga Bantuan Hukum Pusat Dukungan Kebijakan Publik (LBH PDKP) Cabang Belitung, yang dalam hal ini bertindak sebagai Penasehat Hukum Terdakwa, menyampaikan penghargaan dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpandan, yang telah memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini telah menunjukkan sikap arif, bijaksana dan independen. Putusan yang dijatuhkan merupakan bentuk keberanian moral dan profesionalisme dalam menilai fakta hukum secara objektif," ucapnya.

Majelis Hakim telah menilai secara objektif fakta hukum di persidangan dan berani mengambil sikap hukum yang tidak terjebak pada formalitas semata. Putusan ini mencerminkan keberanian moral peradilan dan menjunjung tinggi keadilan substantif,” ujar Boris Dianjaya, S.H.

Lebih lanjut, Boris Dianjaya, S.H., mengatakan, Majelis Hakim telah membedakan peran terdakwa secara proporsional. Dalam persidangan, terbukti bahwa klien kami bukan pelaku utama, tidak memiliki kuasa atau otoritas dalam proses eksploitasi, namun sebagai bentuk mata pencarian atau perintah dalam sistem kejahatan tersebut.

Majelis mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan sosial yang melatarbelakangi posisi klien kami. Ini penting sebagai koreksi terhadap praktik pemidanaan yang selama ini cenderung menghukum yang lemah tanpa melihat konteks lebih luas,” imbuhnya.

Paparnya, dalam pleidoi sebelumnya, tim kuasa hukum telah menekankan bahwa klien mereka adalah bagian dari kelompok rentan yang secara struktural terdorong ke dalam situasi yang sulit karena tekanan ekonomi dan ketidaktahuan hukum. “Dalam keadaan demikian, pendekatan yang adil bukan semata menghukum berat, melainkan memahami peran secara faktual dan menyikapinya secara proporsional,” jelasnya.

Kami juga menyampaikan terima kasih kepada Jaksa Penuntut Umum, yang telah menjalankan fungsi penuntutan dengan profesional dan objektif, meskipun dalam perkara ini terdapat perbedaan tafsir dan analisis hukum antara penuntut umum dan penasehat hukum.

Kami menghargai proses peradilan ini sejak awal. Kami percaya perbedaan pandangan adalah hal wajar dalam sistem adversarial. Justru di sinilah letak kekuatan hukum: adanya ruang pembelaan yang setara dan terbuka untuk diuji oleh hakim yang netral,” tegas Boris.

Lebih dari sekadar putusan, kami berharap perkara ini menjadi refleksi penting bagi sistem peradilan dan pembuat kebijakan bahwa pendekatan terhadap tindak pidana perdagangan orang harus komprehensif dan progresif. Tidak cukup hanya menghukum, tetapi harus dibarengi dengan strategi pencegahan, perlindungan, dan pemberdayaan sosial-ekonomi terhadap individu-individu yang rentan dimanipulasi atau dimanfaatkan oleh jaringan kejahatan terorganisir." harapnya.

Negara harus hadir di tengah-tengah warga yang terpinggirkan khususnya perempuan agar mereka tidak menjadi sasaran eksploitasi lebih lanjut, baik sebagai korban maupun sebagai pihak yang dimanfaatkan dan kemudian dikriminalisasi,” tandasnya.

Menurutnya, peradilan yang ideal adalah yang tidak hanya melihat siapa yang bersalah, tetapi juga mampu menggali akar masalah sosial dan memberikan ruang bagi pemulihan dan reintegrasi, khususnya bagi kelompok marginal.

Menanggapi putusan ini, Kami menyambut baik dan menyatakan setuju atas putusan tersebut. Putusan ini sejalan dengan pandangan hukum kami baik dari segi pertimbangan hukum maupun dasar yuridisnya  dan mempertimbangkan seluruh aspek hukum yang relevan." Akunya.

Kami berkomitmen untuk terus mengawal proses hukum ini hingga tuntas. Prinsip kami adalah memastikan bahwa setiap individu, apapun latar belakangnya, berhak mendapatkan perlakuan hukum yang adil, bermartabat, dan tidak diskriminatif,” pungkas Boris.

Kami juga berharap ini sebagai bentuk pertanggungjawaban profesional, akuntabilitas publik, dan komitmen LBH PDKP dalam menjalankan mandat konstitusional untuk membela hak-hak masyarakat kecil dan rentan. Kami berharap ke depan, praktik peradilan di Indonesia semakin berpihak pada keadilan yang menyentuh substansi, bukan semata formalitas prosedural." Tutupnya.

Iklan Disini

Type and hit Enter to search

Close